Kondisi ini pun dikeluhkan oleh civitas akademika, terutama mahasiswa, seperti salah satu mahasiswa baru, yang enggan mengutarakan identitasnya, menuturkan bahwa kondisi debu dan panas yang dirasakan dikampusnya sangat tidak sehat, terlebih saat ini tengah memasuki musim pancaroba
"Kondisi ini memang mengganggu, tapi apa daya, toh kita hanya bisa berharap petinggi kampus peduli dengan konsisi ini dan tidak tutup mata" ucapnya singkat saat, di Kampus UIN, Kamis (30/8)
Hal itu pun diutarakan oleh Susan mahasiswa semester 7, bahwa dirinya menilai pembangunan UIN terbilang lamban, sehingga mengorbankan mahasiswa pada akhirnya "dulu pernah kuliah di luar, saya kira kembali ke kampus sudah selesai pembangunan taunya masih pembangunan, dan kalaupun harus keluar lagi tolong dengan banunan yang minimal sama dengan luas serta fasilitas di uin, jangan seperti di kelas sekolah yang sempit" protesnya
Ia pun mengeluhkan rasa sakit yang terkadang dirasakan, seperti tenggorokan kering, batuk, dan diare, walau demikian ia tidak memperdulikannya bahkan tidak tau salah satu sebabnya karena kondisi pembangunan, "mungkin saat ini memang pancaroba, dan banyak penyakit, ia sih saya pernah dengar kondisi debu da kering, banyak penyakit yang mengintai" ucapnya
Seperti berita yang dilansir dari detik.com. Saat musim kemarau yang panas seperti sekarang ini, daya tahan tubuh cenderung menurun. Selain itu, udara kering, sumber air berkurang, banyak lalat dan debu membuat orang mudah terserang penyakit. Diare pun lebih banyak menyerang di musim kemarau.
Tak hanya pancaroba, musim kemarau yang panjang juga bisa menurunkan daya tahan tubuh. Ditambah lagi dengan berkurangnya sumber air bersih dan udara yang kering, membuat lingkungan menjadi semakin tidak sehat. "(Diare) lebih tinggi di musim kemarau karena konsentrasi kuman di air minum lebih banyak. Misalnya sungai, dalam kondisi di musim hujan kan airnya banyak dan mengalir. Kalau sudah makin kering airnya mengalir lebih lambat, konsentrasi kuman makin banyak," jelas dr. T. Bahdar Johan, SpPD, ahli penyakit dalam RS Premiere Bintaro, Jakarta, seperti ditulis Selasa (7/8/2012).
dr Bahdar menjelaskan, sumber mata air untuk minum orang Indonesia kebanyakan adalah sungai. Dengan konsentrasi kuman yang meningkat, artinya paparan kuman pun semakin banyak.
Selain itu, PAM (perusahaan air minum) juga butuh terusi (soda api) dan kaporit lebih sedikit di musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau yang lebih keruh. "Jadi memang kenyataannya di musim kemarau diare menjadi lebih banyak. Seperti saya dulu waktu tugas di Jambi, kalau sudah musim kemarau kita mempersiapkan cairan infus lebih banyak karena banyaknya kasus kolera. Kenapa? Karena kalau ada penderita kolera di hulu pakai MCK (mandi, cuci, kakus), yang di hilir sungai juga kena karena debitnya air sedikit dan konsentrasi kuman makin banyak," jelas dr Bahdar.
Jika mengalami diare, maka yang harus dicegah adalah kekurangan cairan dan elektrolit. Kekurangan cairan dan elektrolit jika tidak terdeteksi dan tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi yang lanjut seperti gangguan fungsi ginjal sampai menyebabkan kematian.
Cairan yang mengandung elektrolit seperti oralit sebaiknya segera harus diberikan dan disesuaikan dengan jumlah atau banyaknya feses cair yang dikeluarkan. Jika kondisi dehidrasi cukup berat atau pasien tidak bisa mengonsumsi minuman akibat mual dan muntahnya, maka pasien perlu perawatan di rumah sakit untuk mendapatkan infus cairan untuk mengatasi dehidrasi yang terjadi. //M.J.S
Posting Komentar