Home » » Biografi Munir Said Thalib (1965-2004)

Biografi Munir Said Thalib (1965-2004)

Written By Unknown on Rabu, 05 September 2012 | 11.10

Munir adalah pria sederhana yang bersahaja. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara Said Thalib dan Jamilah. Ia adalah seorang tokoh, seorang pejuang sejati, seorang pembela HAM di indonesia. Pria kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini adalah seorang aktivis muslim ekstrim yang kemudian beralih menjadi seorang Munir yang menjunjung tinggi toleransi, menghormati nilai-nilai kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal lelah dalam melawan praktek-praktek otoritarian serta militeristik.

Munir adalah seorang aktivis yang sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Selama hidupnya ia selalu berkomitmen untuk selalu membela siapa saja yang haknya terdzalimi. Tidak gila harta, pangkat, jabatan, dan juga fasilitas. Ia membuktikannya dengan perbuatan. Ketika ia mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah sebagai penerima "The Right Livelihood Award" ia tidak menikmatinya sendiri, melainkan membagi dua dengan Kontras, dan sebagian lagi diserahkan kepada ibunda tercintanya. Di tengah maraknya pejabat berebut fasilitas, Munir malah tidak tergoda. Ia tetap menggunakan sepeda motor sebagai teman kerjanya. Seorang tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja.

Gelar SH didapatkannya dari sebuah universitas terkemuka di Malang, Unibraw. Selama menjadi mahasiswa, Munir dikenal sebagai aktivis kampus yang sangat gesit. Ia pernah menjadi Ketua senat mahasiswa fakultas hukum Unibraw pada tahun 1998, koordinator wilayah IV asosiasi mahasiswa hukum indonesia pada tahun 19989, anggota forum studi mahasiswa untuk pengembangan berpikir di Unibraw pada tahun 1988, Sekretaris dewan perwakilan mahasiswa hukum Unibraw pada tahun 1988, sekretaris al-Irsyad cabang Malang pada 1988, dan menjadi anggota Himpunan Mahsiswa Islam (HMI).

Munir mewujudkan keseriusannya dalam bidang hukum dengan cara melakukan pembelaan- pembelaan terhadap sejumlah kasus, terutama pembelaannya terhadap kaum tertindas. Ia juga mendirikan dan bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU).

Beberapa kasus yang pernah ia tangani yaitu pada kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari Indonesia pada 1992, kasus Marsinah (seorang aktivis buruh) yang dibunuh oleh militer pada tahun 1994, menjadi penasehat hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus pembunuhan petani-petani oleh militer pada tahun 1993, menjadi penasehat hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam kasus kerusuhan di PT.Chief Samsung, dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan pada tahun 1995, Penasehat hukum Muhadi (sopir) yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang polisi di Madura, Jawa Timur pada 1994, penasehat hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok 1984 hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999), penasehat hukum dan koordinator advokasi kasus- kasus pelanggaran berat HAM di Aceh, Papua, melalui Kontras. Termasuk beberapa kasus di wilayah Aceh dan Papua yang dihasilkan dari kebijakan operasi Militer. Munir juga aktif di beberapa kegiatan advokasi dalam bidang perburuhan, pertanahan, Lingkungan, Gender dan sejumlah kasus pelanggaran hak sipil dan politik.

Pada Tahun 2003, Munir bersikeras untuk ikut dengan sejumlah aktivis senior dan aktivis pro demokrasi mendatangi DPR paska penyerangan dan kekerasn yang terjadi di kantor Tempo, padahal ia masih diharuskan beristirahat oleh dokter.

Pada tahun 2004, Munir juga bergabung dengan Tim advokasi SMPN 56 yang digusur oleh Pemda. Selain itu, ia juga seorang yang aktif menulis di berbagai media cetak dan elektronik yang berkaitan dengan tema-tema HAM, Hukum, Reformasi Militer dan kepolisian, Politik dan perburuhan.

Munir adalah sosok pemberanni dan tangguh dalam meneriakkan kebenaran. Ia adalah seorang pengabdi yang teladan, jujur, dan konsisten. Berkat pengabdiannya itulah, ia mendapatkan pengakuan yang berupa penghargaan dari dalam negeri dan luar negeri. Di dalam negeri, ia dinobatkan sebagai Man Of The Year 1998 versi majalah UMMAT, penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan UNIBRAW yang sukses, sebagai salah seorang tokoh terkenal Indonesia pada abad XX, Majalah Forum Keadilan. Semenatara di luar negeri, ia dinobatkan menjadi As Leader for the Millenniumdari Asia Week pada tahun 2000, The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes)untuk promosi HAM dan kontrol sipil atas militer, Stockholm pada December 2000, dan An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Madanjeet Singh Prize atas usaha- usahanya dalam mempromosikan toleransi dan Anti Kekerasan, Paris, November 2000.

Wafat
Munir wafat pada tanggal 7 September 2004, di pesawat Garuda GA-974 kursi 40 G dalam sebuah penerbangan menuju Amsterdam, Belanda. Perjalanan itu adalah sebuah perjalanan untuk melanjutkan study-nya ke Universitas Utrecht. Ia dibunuh dengan menggunakan racun arsenik yang yang ditaruh ke makanannya oleh Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus adalah seorang pilot Garuda yang waktu itu sedang cuti. Dan pada saat keberangkatan Munir ke Belanda, secara kontroversial ia diangkat sebagai corporate security oleh Dirut Garuda. Sampai sekarang, kematian seorang Munir, sang Pahlawan orang Hilang, sang pendekar HAM ini masih sebuah misteri. Jenazahnya dimakamkan di taman makam umum kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva. Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Untuk memperingati satu tahun kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar di Goethe-Institut, Jakarta Pusat, 8 September 2005. Film ini menceritakan perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami, ayah, dan teman. Munir digambarkan sosok yang suka bercanda dan sangat mencintai istri dan kedua anaknya. Masa kecil Munir yang suka berkelahi layaknya anak-anak lain dan tidak pernah menjadi juara kelas juga ditampilkan. Munir dibunuh di era demokrasi dan keterbukaan serta harapan akan hadirnya sebuah Indonesia yang dia cita-citakan mulai berkembang. Semangat inilah yang ingin diungkapkan lewat film ini.
Sebuah film dokumenter lain juga telah dibuat, berjudul Garuda's Deadly Upgrade hasil kerja sama antara Dateline (SBS TV Australia) dan Off Stream Productions.Pada peringatan tahun kedua, 7 September 2006, di Tugu Proklamasi diluncurkan film dokumenter berjudul "His Strory". Film ini bercerita tentang proses persidangan Pollycarpus dan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan.
Sejak 2005, tanggal kematian Munir 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Kronologi Pembunuhan Munir
Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.
Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir[1]. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya[2].Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa[3].

Curriculum Vitae

Nama
:
Munir Said Thalib, SH
Tempat Tanggal Lahir
:
Malang, 8 Desember 1965
Pendidikan Terakhir
:
S1, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang.
Pengalaman Organisasi
Selama mahasiswa, Munir muda dan cerdas bergabung dan meminpin sejumlah organisasi;
  • Ketua senat mahasiswa fakultas hukum Unbraw Malang, 1988
  • Koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia, 1989
  • Anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, Unbraw 1988
  • Sekertaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum UNBRAW, 1988
  • Sekertaris Al Irsyad cabang Malang, 1988
  • Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Keseriuasan dalam bidang hukum dan persoalan sosial disekitarnya diwujudkan dalam bentuk pembelaan-pembelaan terhadap sejumlah kasus, mendirikan/bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang ;
  • Divisi Hukum, Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KASUM). KASUM adalah komite yang didirikan oleh 10 LSM. KASUM merupakan lembaga yang ditujukan khusus untuk mengadvokasi dan investigasi kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah oleh Aparat Militer. KASUM melakukan berbagai aktifitas untuk mendorong perubahan and menghentikan intervensi militer dalam penyelesaian perselisihan perburuhan.
  • Koordinator Komite Solidaritas Untuk Buruh (KSUB) Surabaya (1994).KSUB adalah lembaga yang didirikan oleh 7 LSM, bertujuan untuk pengembangan dan pendidikan pemberdayaan buruh-buruh. KSUB juga melakukan kampanye untuk perubahan kebijakan pengupahan yang layak bagi buruh.
  • Anggota Presedium Nasional Komisi Independen Pemantauan Pemilihan Umum, 1997-2000.
  • Anggota Badan Penasehat KOMPAK (Komite Mahasiswa Menentang Kekerasan), Komite ini didirikan oleh organ atau elemen mahasiswa yang berusaha menentang kekerasan dan militerisme. (1997-to date).
  • Anggota Dewan Penasehat Formasi (Forum Mahasiswa Syariah Indonesia). Lembaga ini adalah organisasi mahasiswa yang berjuang dan bergerak untuk menciptakan anti kekerasan yang didasari oleh penguatan dari pengajaran Islam (1999-to date).
  • Pendiri dan Koordinator KIPP HAM (Komisi Independen Pemantauan Pelanggaran HAM), 1996. KIPP HAM adalah jaringan dari berbagai LSM dan organisasi Massa yang bertujuan untuk memonitor dan advokasi kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh negara dan konflik horisontal. Pada Maret 1998 KIPP HAM dirubah menjadi KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).
  • Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur pada sebelum, selama dan sesudah kerusuhan 1999.
  • Anggota Tim Penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadilan HAM, 2000.
  • Anggota Tim Penyusunan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, 2000.
Karir
  • Tenaga Relawan LBH Surabaya, 1989.
  • Ketua LBH Surabaya, Pos Malang, 1991.
  • Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Sipil & Politik LBH Surabaya, 1992-1993.
  • Kepala Bidang Operasional, LBH Surabaya, 1993-1995.
  • Direktur LBH Semarang, 1996.
  • Sekertaris bidang Operasional YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), 1996.
  • Wakil ketua YLBHI bidang Operasional, 1997-2001.
  • Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), 1998.
  • Pendiri dan Inisiator Lembaga Perdamaian dan Rekonsiliasi (Lerai) yang menangani kasus konflik horisontal (seperti konflik idi Maluku).
  • Ketua Dewan Pengurus KontraS, 2000-2004.
  • Anggota Dewan Penasehat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste (Commissao de Acolhimento, Verdade e Reconcilicao de Timor Leste (CAVR)), 2003.
  • Executive Director of Imparsial (The Indonesian Human Rights Monitor), 2002-2004.
  • Anggota Kelompok Kerja “ Security Sector Reform ”, Pro-Patria, ...- akhir hayat
  • Anggota Istisyariah Al Irsyad, ..-akhir hayat
Penghargaan yang Pernah Diterima semasa Hidup
Atas pengabdian yang dibarengi dengan keteladanan, kejujuran dan konsistensinya, Munir mendapatkan beberapa pengakuan berupa penghargaan dari pihak-pihak di dalam negeri maupun masyarakat Internasional, seperti;
  • As Leader for the Millennium dari Asia Week, 2000.
  • Man of the Year 1988 dari Majalah UMMAT.
  • Salah seorang tokoh terkenal Indonesia pada abad XX, Majalah Forum Keadilan.
  • Penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan UNBRAW yang sukses.
  • The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes) untuk promosi HAM dan control sipil atas militer, Stockholm, December 2000.
  • An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Madanjeet Singh Prize atas usaha-usahanya dalam mempromosikan tolerasnsi dan Anti Kekerasan, Paris, November 2000.
Share this article :

Posting Komentar


 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. LAPMI CAKABA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger