oleh
* gonel
vacode
HMI Cabang Kabupaten Bandung telah berusia kurang
lebih 15 tahun.
Tampuk kepemimpinan sering berganti, kepengurusan selalu
berubah, pola perkaderan multikultural dan prestasi bertingkat telah banyak
diraih. Refleksi tersebut menjadi sebuah motivasi
lebih, dalam kehidupan “sang hijau hitam”.
Semua keberhasilan itu teraih tidak luput dari pola kepemimpinan sang penguasa
yang fleksibel dan kreatif, sehingga dapat dirasakan dan dinikmati oleh kita
sebagai kader. Tapi penilaian serta evaluasi yang
sering dilakukan tetap meninggalkan “noda”, meski kita pahami
tidak ada metode yang sempurna, sungguh menarik setiap pemikir yang telah
menjalani masa –masa tersebut.
Peralihan peran tanggung jawab
tertinggi dalam organisasi berubah seiring pergantian zaman, disisi aspek
regenerasi pun menjadi pertimbangan penting dalam kemajuan dan perkembangan
sebuah lembaga perkaderan. Fakta itu menjadi ritual kental yang dijalani
seluruh kader dari setiap elemen komisariat milik HMI Cabang Kabupaten Bandung.
Kekuasaan yang menjadi perebutan baik golongan maupun individu dilandasi ekspektasi
ataupun tidak, telah menjadikan warna tersendiri secara tidak langsung. Namun akankah pergantian ini menjadi lebih baik atau lebih buruk?
merupakan “taruhan” yang tidak terelakan dari kepengurusan dan pola
keorganisasian yang digunakan.
Dinamika yang sedang dan akan terjadi dalam tubuh
sang “hijau hitam”, ketika perubahan menjadi expektasi unik setiap individu maka cahaya pencerahan menjadi bahan
wacana dalam nuansa ide dimasing-masing tubuh kader.
Pertimbangan yang telah dibuat di tataran komisariat menjadi “keterpaksaan”
kader untuk dapat menerima dan menjalaninya.
Akibatnya roda organisasi sebagai sarana
berkembang dari setiap elemen yang ada ditingkatan cabang berjalan sesuai setting-an.
Kembali kedalam kultur yang telah terjadi dimasa
lampau; senioritas, kekuasaan dan kepemimpinan menjadi seutas benang tipis
pembeda di setiap pola pelaksanaan ruh organisasia. Akankah hal itu dipahami
oleh setiap kader?. Mungkin iya, mungkin juga
tidak. Karena setiap individu memiliki cara pandang berbeda ketika menyikapi
sebuah kalimat, maka multi-tafsir
merupakan kewajaran tersendiri dalam mewacanakan ungkapan. Terkadang kita
selalu ingat memori yang telah terjadi sehinga menyadari ketidaksanggupan diri,
namun adakah kesadaran setelahnya? Semua itu masih menjadi rahasia setiap orang
dalam menegakkan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan.
Kesempurnaan terjadi dalam hasrat dan keberhasilan
dirasakan dengan kerja keras. Komitmen
menjadi kunci utama perjuangan setiap organisasi, sehingga transparansi pikiran
dan jalinan komunikasi yang dibangun menghasilkan global mainstream dalam menularkan idealisme dari tubuh HMI, namun sayang kita masih berharap.
*penulis adalah kader HMI Cabang Kabupaten Bandung
Posting Komentar