BANDUNG_Bahasa adalah alat komunikasi efektif
yang dibutuhkan manusia sebagai pengejewantahan pesan dalam proses interaksi
dengan sesama yang lainnya. Letak geografis, lingkungan dan sosial mempunyai
peranan penting dalam membentuk sebuah bahasa; jenis bahasa maupun dialeknya.
Di dunia ini menurut penelitian para ahli bahasa, terdapat 6000 jenis bahasa
yang tersebar diseluruh penjuru dunia. Namun sayangnya di predisksikan bahwa
pada abad ke 21, hanya akan tinggal setengahnya saja. 3000 bahasa di
prediksikan akan punah dan mati.
Dalam sebuah majalah lokal Ajip Rosidi (sastrawan)
pernah menghitung hal tersebut, “Artinya 30 bahasa dalam setahun. Artinya dua
setengah bahasa dalam sebulan akan mati. Kira-kira setiap sepuluh hari ada satu
bahasa yang hilang dari dunia”
Di Indonesia sendiri, seperti yang pernah dilansir
Kompas.com, terdapat 450 jenis bahasa lokal dan 15 diantaranya sudah mengalami
kepunahan, sedangkan sisanya sekitar 60 % dalam keadaan yang menyedihkan. Dan
baru-baru ini satu bahasa lokal yang ada di daerah Sulawesi selatan dinyatakan
dalam keadaan kritis dan terancam punah karena penggunanya tinggal beberapa
orang saja.
Apa yang menyebabkan matinya sebuah bahasa? Tentu faktor
utamanya adalah karena tidak ada penutur
yang melestarikan bahasa tersebut. namun jauh dibelakang itu ada factor
penting yang mempengaruhinya, bahwa suatu bahasa mati tidak disebabkan secara
alami. (Glanvile Prince), yang menyebabkan suatu bahasa mati dikarenakan adanya
bahasa lain yang membunuhnya atau adanya killer language.
Bahasa inggris dinyatakan sebagai bahasa pembunuh
tersebut. Dengan menyebar dan dinyatakannya bahasa inggris sebagai bahasa
internasional menjadikan bahasa inggris menjadi begitu superior dan bisa
menggantikan posisi bahasa para penuturnya. Peran bahasa inggris begitu dominan
dalam seiap sector kehidupan; pendidikan, sosial, ekonomi dan yang lainnya.
bahasa inggris menjadi sebuah trend dan tuntutan agar bisa menyaingi perjalanan
dunia globalisasi yang tak bisa dibendung lagi.
Ironisnya di Indonesia sendiri tidak hanya bahasa lokal
saja yang terancam mengalami kepunahan, namun bahasa nasional juga sudah
mengalami pergeseran. Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang seharusnya tetap
dijaga keaslian sebagai cirri khas dan kebanggaan Negara, ternyata hanya
segelintir orang saja yang menyadari dan mau melakukannya. Interferensi
besar-besaran bahasa asing kedalam kosa-kata bahasa Indonesia menjadikan bahasa
Indonesia terlihat sebagai bahasa sintesis dan baru. Bisa kita lihat kosa-kata
yang ada saat ini hanya kalangan tertentu saja yang dapat memahami
istilah-istilah tersebut.
Institusi pendidikan menjadi faktor menonjol yang
menyebakan subur dan berkembangnya bahasa-bahasa asing di Indonesia. Terlihat
dari jurusan-jurusan yang disediakan di perguruan tinggi dan universitas
tertentu. Begitupun dengan para peminatnya, kebanyakan lebih memilih jurusan
bahasa asing dibandingkan jurusan bahasa Indonesia apalagi jurusan bahasa
local, sangat sedikit sekali peminatnya.
Mempelajari bahasa asing sering dilakukan dengan
menganggap sebelah mata dan mengesampingkan bahasa local/nasional kita sendiri.
Masih perlukah nasionalisme itu dipertahankan? Masihkah kita bangga dengan
bahasa warisan leluhur kita? //red. As-kos.
Posting Komentar